Jumat, 07 Juni 2013

Cinta & Perkawinan

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 2PA01
Tulisan 3 / Kesehatan Mental 

A. Deskripsi Cinta & Perkawinan
Artikel :
Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta" Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"
Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)"
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"
Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"
Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar / subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"
Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"
Gurunyapun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan"

Tanggapan :
Dalam artikel ini menjelaskan tentang filosofi tentang cinta dan perkawinan yang dengan cukup mudah dapat dipahami oleh pembaca. Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang serta ketertarikan pribadi seseorang. Namun masih banyak definisi-definisi lain tentang cinta tergantung dari sudut pandang individu. Perkawinan adalah proses dimana kita mencari dan memilih yang terbaik dari pilihan yang ada dan menjaga hubungan tersebut sampai maut yang memisahkan.

B. Bagaimana Cara Memilih Pasangan
Artikel :

Kriteria Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam  

Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?

A. Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :
1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)
Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :
“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.
Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :
a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.
b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.
3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”
4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.
Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.
Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

B. Kriteria Memilih Calon Suami
1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)
Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)
Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.
Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)
Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :
“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”
Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.
Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab.
http://gugundesign.wordpress.com/2009/03/18/kriteria-memilih-pasangan-hidup-menurut-islam/ )

Tanggapan :
Dalam artikel ini dijabarkan kriteria memilih pasangan hidup menurut islam baik kriteria memilih calon istri maupun memilih calon suami. Yang paling diutamakan dan dianjurkan oleh agama islam dalam memilih calon pasangan hidup ialah dilihat dari agamanya. Hal ini dikarenakan suami akan menjadi seorang pemimpin keluarga dan mengemban tanggung jawab penuh untuk membimbing serta mengajari istri dan anak-anaknya, lalu istri akan menjadi calon ibu yang akan mendidik dan mengasuh anak-anaknya kelak, oleh karena itu pentingnya peran agama dalam mencari calon pasangan.

C. Seluk-beluk Hubungan Dalam Perkawinan
Artikel :

Tahap - Tahap Hubungan 
* Tahap - Tahap Dalam Berhubugan

Kodrat manusia adalah mahluk sosial. Artinya manusia selalu membutuhkan relasi dan hubungan dengan sesama. Mustahil bagi sesorang manusia untuk hidup " normal " kalau diatidak pernah berinteraksi dengan sesamanya. Yang harus disadari adalah bahwa kadar keintiman berhubungan itu terdiri dari beberapa tahap. Dari yang paling awal adalah tahap perkenalan sampai hal dalam sebuah pernikahan.

1. Tahap Perkenalan
Tahap ini merupakan yang paling minim tingkat keakrabannya. Tahap ini terjadi mulai saling mengetahui satu dengan lainnya. Biasanya di tahap ini yang di ketahui sangatlah umum seperti nama, alamat, nomor telepon, dan pekerjaan. Tahap ini belum melibatkan emosi sama sekali. Karena masih dalam saling kenal dan saling cari informasi. Tapi, tahap ini sangatlah  karena merupakan pintu gerbang menuju tahap selanjutnya.

2. Tahap Pertemanan
Pribadi yang telah saling kenal, mulai menjalin komunikasi dengan lebih dekat lagi. Kontak telpon, sms, maupun pertemuan terjadi dengan segala cara. Disaat ini timbul " sense of belonging " (rasa saling memiliki) serta mempunya rasa solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan mulai kelihatan. Walaupun milik masih sebagai milik masing-masing pribadi, namun keingginan untuk berbagi juga sudah mulai muncul dengan di sertai emosi.

3. Tahap Persahabatan
Merasa sudah cocok sehingga terjadi hubungan yang lebih akrab lagi. Ikatan emosi menjadi lebih dekat, keakraban dan keintiman menjadi pacuan dalam tahap ini. Dengan ditandai prilaku yang saling dukung, saling mempengaruhi, dan saling membutuhkan menjadi kunci curhat yang di lakukan.

4. Tahap Kepercayaan
Seseorang mulai melibatkan sahabatnya dalam bagian-bagian penting dalam kehidupannya. Seperti mengambil keputusan, atau ketika saling menghadapi masalah. Karena mereka saling bergantung satu sama lain maka curhat menjadi semakin sering.

5. Tahap Perhatian
Dua pribadi yang berlainan jenis mulai merasakan ada perasaan yang berbeda. Kalau tadinya pergaulan antar teman perhatian diberikan, sekarang kepada seseorang yang menarik perhatiannya. Apa yang menjadi kesukaan sidia menjadi kesukaannya juga.

6. Tahap Menyukai
Lebih lanjut dari tahap perhatian, seseorang mulai menyukai dan ingin memiliki sahabat yang jenis kelamin berbeda. Sehingga mulai memperhatikan lebih dalam dan tumbuhnya rasa ingin memiliki pribadi yang disukain. Gejala ini umum berada di dekat orang yang disukainnya dan menimbulkan perasaan kikuk dan nervous yaitu perasaan gelisah, selalu memikirkan dia, dan rasa ingin selalu dekat dengan sosok probadi yang dia sukain.

7. Tahap Pendekatan
Ketika rasa perhatian dan menyukai semakin kuat dorongannya, dimulailah sebuah pendekatan. Dengan dimulainya seseorang memberikan pengharapan yang berlebihan agar bisa terus berdekatan dengan pujaan hati. Mulai dari tawaran untuk nonton bareng, makan, dan sampai mengantarkan pulang dan pergi. Tahap ini biasanya di ramaikan dengan perantara ( mak comblang) atau para pendukung yang membuat proses pendekatan menjadi lebih asyik.

8. Tahap Pacaran
Setelah sukses melewati masa pendekatan dan mendapat lampu hijau, maka babak selanjutnya memasuki tahap pacaran. Bahwa hubungan antar dua insan yang berlainan ini sedikit banyaknya telah memiliki sebuah komitmen yang intinya kesepakatan bahwa " kamu " hanya " milikku " dan " aku " hanya " milikmu ", orang lain hanya mengontrak dan kita yang punya. Dan ahkirnya timbulnya perasaan " posesif " ( perasaan memliki yang kuat ) pada pasangannya.

CATATAN : Secara sederhana tahap pacaran dapat terbagi menjadi tiga tahapan :
  • Pre-date        : masa awal pacaran
  • Dating           : tahap mengenal / penjajakan
  • Engagement  : masa pertunangan dan masa persiapan pernikahan         

9. Tahap Pernikahan
Inilah puncak dari segalanya, setelah melewati  masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikarkan janji suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun dalam sakit, dalam keadaan kaya atau miskin dan hanya maut yang bisa memisahkan mereka. Sehingga ikrar suci pernikahan itu, mereka bukan lagi dua tetapi telah menjadi satu. Tahap ini memulainya sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki.

Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.

CATATAN :  Pernikahan adalah komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki.

Tanggapan :
Dalam artikel ini dijelaskan tahapan - tahapan dari suatu hubungan mulai dari tahap perkenalan sampai tahap pernikahan. Karena menurut penulis hubungan itu perlu adanya tahapan - tahapan sebelum menuju tahapan yang paling puncak. Namun, dalam islam tidak ada istilah pacaran melainkan ta'aruf.

D. Penyesuaian & Pertumbuhan Dalam Perkawinan
Artikel :

Saran Penyesuaian Diri Dalam Hubungan Pernikahan



Saat baru pertama menikah biasanya sering terjadi hal-hal yang berbenturan karena saat baru menjalani kehidupan berumah tangga tentunya butuh penyesuaian satu sama lain karena masing masing memiliki kebiasaan dan pemikiran yang berbeda, agar satu sama lain saling mengerti dan memahami, berikut ada beberapa tips untuk anda:

1. Bersikap Terbuka Mengenai Uang
Menyimpan masalah sendiri ataui penghasilan tanpa memberitahu pasangan bisa menjadi malapetaka di kemudian hari. Sebuah penelitian melakukan survei terhadap pasangan bahagia yang baru menikah, apakah pasangan mereka jujur dan terbuka mengenai uang dan jawabannya pun berbeda jauh dengan pasangan yang tak bahagia. 8 dari 10 pasangan bahagia mengatakan bahwa mereka merasa bahwa pasangannya selalu memberi tahu semua hal mengenai keuangan, dibandingkan dengan pasangan lain yang tidak melakukannya. Pada intinya, tidak terbuka atau bahkan berbohong mengenai keuangan bisa menyebabkan masalah besar suatu hari nanti.

2. Mendiskusikan Masalah Kecil
Masalah kecil seperti, menaruh handuk basah di sembarang tempat atau tidak menutup toilet dengan baik, merupakan penyebab pertengkaran paling sering antara pasangan, terutama yang baru menikah. Namun tak sedikit pasangan yang merasa malas untuk mendiskusikan hal-hal kecil tersebut.
Menurut Pakar, hal itu justru bisa menjadi measalah besar di kemudian hari. Penelitian menemukan bahwa pasangan yang tidak membicarakan hal kecil yang menganggu, membiarkannya tumbuh menjadi amarah besar, lebih cenderung tidak bahagia dalam kehidupan pernikahan mereka. Oleh karena itu, apapun hal yang mengganggu Anda, selalu usahakan untuk mendiskusikannya dengan baik.

3. Tujukan Apresiasi Tiap Harinya
Penelitian Orbuch juga menunjukkan bahwa akumulasi perbuatan baik yang sederhana sangat penting untuk membangun ikatan perkawinan yang kuat. Apresiasi di sini bukan berarti Anda harus memberikan hadiah mahal, tapi buatlah pasangan merasa spesial dengan ciuman, pelukan atau masakan kesukaannya setelah ia melakukan sesuatu dengan benar. Semakin seseorang merasa dihargai, semakin besar pula keinginan untuk menunjukkan rasa cintanya itu.

4. Bersenang-senang Bersama
Menurut penelitian, pasangan menikah yang bahagia mendeskripsikan bahwa kehidupan mereka menyenangkan karena bisa melakukan hal apapun bersama pasangannya. Sebaliknya, pasangan yang jarang melakukan hal menyenangkan bersama, tidak merasa behagia.
Carilah kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan bersama. Hal seperti ini bisa mengurangi rutinitas pernikahan dan membuat ikatan diantara Anda berdua menjadi lebih kuat

5. Memperluas Pertemanan
Memiliki hubungan dekat dengan beberapa teman dan keluarga pasangan dapat beakibat baik untuk kehidupan pernikahan Anda. "Penelitian saya menemukan, bahwa suami, khususnya, lebih bahagia ketika istrinya memiliki hubungan yang baik dengan keluarga besar mereka. Begitu juga dengan pasangan yang memiliki banyak teman, jauh lebih bahagia ketimbang mereka yang seringkali dilarang hangout.
Mengapa memperluas hubungan itu penting? Karena semakin dekat Anda dengan keluarga dan sahabat, semakin banyak pula dukungan yang bisa didapat ketika Anda dan pasangan mengalami masalah rumah tangga dan itu membuat Anda jadi lebih mudah untuk mengatasinya.

Demikian tipsnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga baru semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda, temukan info menarik tentang undangan pernikahan murah di jakarta

http://domba-bunting.blogspot.com/2012/11/saran-penyesuaian-diri-dalam-hubungan.html )

Tanggapan :
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa bagaimana cara menyesuaikan diri dalam pernikahan terutama bagi pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan. Hal-hal yang perlu dilakukan ialah harus saling bersikap terbuka terutama masalah keuangan dikarenakan akan dapat menimbulkan masalah yang besar di kemudian hari. Yang kedua, pasangan harus mendiskusikan masalah-masalah kecil karena suatu masalah bisa menjadi besar disebabkan kesalahpahaman dari masalah kecil. Yang ketiga, tunjukkan apresiasi atau penghargaan kepada pasangan, kita tidak harus memberikan barang yang berharga cukup berikan ciuman atau pelukan saja dapat membuat pasangan merasa sangat dihargai. Yang keempat, bersenang bersama-sama dengan pasangan dapat membuat meningkatkan keharmonisan dalam suatu hubungan pernikahan. Yang terakhir yaitu memperluas pertemanan, dalam hal ini membangun hubungan dekat dengan beberapa teman pasangan kita serta keluarga pasangan karena dapat berakibat baik untuk kehidupan pernikahan anda.

E. Perceraian & Pernikahan Kembali
Artikel :

CERAI DALAM ISLAM
Perceraian adalah suatu musibah dan bencana dalam sebuah rumah tangga jika dipergunakan secara asal-asalan. Sebaliknya jika digunakan dengan bijak perceraian adalah sebuah solusi yang penuh dengan kasih sayang tatkala seorang suami telah kehabisan segala cara untuk berdamai dengan istri, atau setelah istri kehabisan cara untuk berdamai dengan suaminya.
Sesungguhnya, terjadinya perceraian dalam prosentase yang tinggi di tengah-tengah komunitas kaum muslimin, atau penerapan yang keliru dalam kasus-kasus perceraian, tidak sepantasnya dijadikan alasan untuk mencela disyariatkannya perceraian dalam Islam. Karena perceraian sendiri adalah sebuah mashlahat (kebaikan) bagi sebuah rumah tangga pada saat kehidupan berkeluarga mustahil untuk tetap dipertahankan. Berubahnya kata-kata “cerai” sebagai permainan lisan sebagian laki-laki, atau menjadikannya sebagai hiburan dan pereda emosi adalah seperti penggunaan pisau. Jika pisau digunakan untuk mengupas atau membelah buah maka ini adalah penggunaan yang tepat, sedangkan bila pisau tersebut digunakan untuk menusuk orang maka ini adalah penggunaan yang tidak pada tempatnya. Apakah dikarenakan ada orang yang mempergunakan pisau tidak pada tempatnya lalu kita menyalahkan pisaunya?
Jika sepasang suami istri sudah gagal dalam menjalani hidup rumah tangga dan tidak ada lagi kestabilan dalam keluarga tersebut maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu mempertahankan kehidupan rumah tangga meski tidak lagi ada rasa cinta di antara keduanya, interaksi yang tidak menyenangkan, perpecahan dan pertikaian. Ataukah berpisah dengan bercerai baik-baik sehingga masing-masing bisa mejalani hidup sebagaimana yang dia inginkan.
Tidak diragukan lagi bahwa mempertahankan kehidupan rumah tangga dalam suasana yang tidak harmonis bukanlah solusi yang bijak, tidak sebagaimana persepsi sebagian orang yang menganggap hal tersebut lebih baik daripada perceraian. Bahkan perceraianlah solusi yang tepat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan menyiksa diri sendiri atau menyiksa orang lain dengan cara apapun. Tidak disangsikan lagi bahwa hubungan yang tidak harmonis merupakan salah satu bentuk menyiksa pihak lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan hakekat dan urgensi perceraian ketika kehidupan rumah tangga tidak bisa lagi dipertahankan dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

“Perceraian yang masih dapat dirujuk sebanyak dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang baik atau berpisah dengan cara yang baik pula.” (QS. al-Baqarah:229).
Perceraian dalam Islam yang diatur dengan berbagai ketentuan syar’i yang ada hanyalah digunakan sebagai solusi terakhir ketika mengembalikan kestabilan rumah tangga dinilai sebagai suatu hal yang tidak lagi memungkinkan.

Masyarakat barat yang melarang terjadinya perceraian dan menghina Islam karena membolehkan perceraian dan menganggap perceraian itu sebagai hal yang bertentangan dengan hak seorang wanita sudah mulai berpikir ulang. Mereka sudah membolehkan terjadinya perceraian, suatu hal yang tabu selama berabad-abad lamanya. Mulailah pintu perceraian dibuka lebar-lebar. Perceraian mereka laksanakan dengan pemberkatan gereja atau dengan persetujuan undang-undang Negara yang tidak terkait dengan otoritas gereja. Fakta dan angka perceraian yang sedemikian mencengangkan terjadi, suatu hal yang menyerupai imajinasi semata. Seorang pakar filsafat bernama Bernard Rossell dalam bukunya “Pernikahan dan Moralitas” menyerukan agar perceraian diperbolehkan apapun resikonya. Dia mengatakan, “Sesungguhnya Amerika telah mendapatkan solusi untuk permasalahan timbulnya ketidaksukaan antara suami istri dengan membolehkan adanya perceraian. Karena itu saya berharap agar Inggris mengikuti langkah Amerika dalam hal ini dengan memperbolehkan terjadinya perceraian dalam ruang lingkup yang lebih luas daripada kondisi saat ini yang sudah berlangsung.”

Perhatikanlah orang-orang yang mencela ajaran Islam dan kaum muslimin karena permasalahan perceraian yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah telah menimpakan bencana yang besar atas mereka berkenaan dengan hubungan suami istri. Pada akhirnya kondisi mereka mendorong untuk tidak mematuhi aturan gereja yang mencela Islam dan kaum muslimin karena permasalahan ini. Masyarakat barat lantas membuat undang-undang sipil yang membolehkan terjadinya perceraian pada saat ada salah satu pihak yang menginginkan. Jadi terjadinya sekulerisasi di dunia barat merupakan pukulan telak untuk orang-orang yang menghina Islam dan kaum muslimin, serta pengakuan secara tidak langsung terhadap manfaat besar dengan adanya aturan perceraian dalam Islam, disamping merupakan pernyataan terus terang bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak berilmu.

Berbagai penelitian dan investigasi menunjukkan bahwa orang-orang barat pada saat ini menggampangkan praktek perceraian sesudah perceraian dilegalkan oleh undang-undang. Sampai-sampai penelitian di Prancis menunjukkan bahwa satu dari tiga pasangan suami istri (pasutri) Prancis pada akhirnya bercerai dan satu dari setiap pasutri Amerika, mereka bercerai. Lebih dari hal itu di sebagian Negara Eropa prosentase perceraian sampai 70%.

Dalam Islam, perceraian memiliki ketentuan-ketentuan khusus, syarat dan adab. Perceraian bukanlah tempat untuk bermain-main, bahkan perceraian adalah satu syariat bijaksana yang mengandung hikmah yang luar biasa. Oleh karena itu menganggap perceraian sebagai alasan unuk melimpahkan berbagai tuduhan dan sebab timbulnya berbagai masalah sosial adalah anggapan yang tidak beralasan. Perceraian sudah pernah terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Terjadi pada Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsy. Ada juga seorang wanita yang menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan minta kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam solusi agar berpisah dari suaminya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda kepadanya, “Apakah engkau mau mengembalikan kebun yang menjadi mahar suamimu?” Ia jawab, “Ya”. Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian bersabda kepada sang suami, “Terima kembali kebun itu dan ceraikanlah istrimu.” Kejadian-kejadian di atas bukanlah ajakan untuk melakukan perceraian akan tetapi merupakan ajakan untuk mempergunakan perceraian secara tepat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum syar’i yang ada, sehingga diharapkan perceraian tidak terjadi secara serampangan dan tanpa memahami kekeliruan yang dilakukan banyak orang yang berkaitan dalam hal ini.

Praktek perceraian yang keliru
Kata-kata “cerai” demikian mudah terluncur dari lisan banyak para suami. Sesungguhnya perceraian bukanlah media untuk menghibur diri atau meredakan emosi sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian para suami. Mereka menjatuhkan cerai kepada istrinya disebabkan perselisihan atau emosi. Saat emosi berkobar-kobar dan tidak menemukan penenang selain kata-kata cerai atau ingin memaksakan pendapat pada istri, atau untuk memaksa istri melakukan perbuatan yang diinginkan suami, sebagian suami lantas mengucapkan kalimat cerai yang bersyarat. Misalnya ucapan, “Jika engkau melakukan demikian, maka engkau kucerai!” Atau ucapan, “Jika engkau pergi ke tempat ini maka engkau kucerai!” Sebagian orang mempergunakan kata-kata cerai tidak pada tempatnya, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hak cerai pada suami untuk mengakhiri pernikahan pada saat adanya kebutuhan, bukan karena mengikuti hawa nafsu atau karena terpancing emosi.
Prosentase perceraian yang tinggi di negeri kita merupakan bukti paling nyata adanya penggunaan hak cerai tidak pada tempatnya. Sebagian kasus perceraian terjadi karena masalah yang remeh dan sepele. Hal ini menunjukkan bahwa banyak suami menganggap kata-kata cerai sebagai media untuk mengancam istrinya. Apakah bisa diterima oleh akal sehat, seorang yang memutuskan ikatan yang kuat –yaitu ikatan pernikahan– disebabkan semata-mata kesalahan yang sepele? Meluncurnya kata-kata cerai karena permasalahan sepele merupakan bukti kurangnya rasa cinta yang ada di antara pasutri tersebut. Banyak rumah tangga yang kondisinya tak ubah sebagaimana rumah laba-laba yang mudah terkoyak disebabkan tiupan angin yang tidak kuat sekalipun.
Sesungguhnya Islam mewanti-wanti sikap meremehkan penggunaan kata-kata cerai. Perceraian merupakan solusi terakhir ketika timbul perpecahan di antara pasutri, sesudah berbagai upaya untuk mengharmoniskan kembali keduanya menemukan jalan buntu. Bahkan Islam melarang keras seorang wanita yang meminta cerai tanpa alasan yang kuat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Setiap wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti mengharamkannya untuk mendapatkan bau surga”.

Oleh karena itu seorang istri berkewajiban untuk lebih memahami masalah ini dan lebih bersabar dan lebih keras berusaha menjaga keberlangsungan hidup rumah tangga seberapapun besar tebusannya.
Sesungguhnya anggapan bahwa perceraian merupakan solusi yang ideal adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh banyak suami meskipun sesudah menikah untuk yang kedua kalinya. Sesungguhnya cerai merupakan titik awal penyimpangan dan pintu jurang kehancuran, karena perceraian itu menjadi faktor penyebab dekadensi moral, berbagai penyakit kejiwaan serta berakibat terlantarnya anak-anak. (Majalah Qiblati )
( http://rizkialiyah.blogspot.com/2013/01/cerai-dalam-islam.html )

Tanggapan :
Dalam artikel ini dijelaskan tentang perceraian dilihat dari sudut pandang agama islam. Perceraian adalah suatu yang halal tetapi sangat dibenci oleh ALLAH SWT.  Oleh karena itu, sebagai pasangan suami istri berkewajiban menjaga pernikahan sampai maut yang memisahkan. 

F. Single Life
Artikel :
Mengapa Banyak Orang Memilih Hidup Single
Ainun Fika Muftiarini - Okezone 
 
KEHIDUPAN di perkotaan dengan hiruk pikuk aktivitas yang ada, tentu mengubah pandangan seseorang banyak hal. Termasuk di antaranya komitmen untuk menjalin hubungan dengan seseorang.

Mereka cenderung menikmati masa lajang atau bahkan enggan untuk berkomitmen secara serius. Lantas, apa alasan mereka sengaja tidak mencari pasangan? Berikut ulasannya, seperti dilansir Boldsky.

Takut patah hati

Saat seseorang bersama Anda dalam waktu yang lama, tentu ada ikatan yang kuat di dalamnya. Banyak orang takut kalau ikatan cinta tersebut malah membuatnya sakit hati dan mengakhiri hubungan yang ada.

Takut ditolak

Ada banyak pria dan wanita yang takut akan penolakan lebih dari apa pun. Mereka takut kalau pasangannya akan menolak mereka. Maka tak heran kalau mereka lebih memilih untuk tetap sendiri daripada ditinggalkan oleh pasangannya. Tentu saja, tidak bisa menerima penolakan merupakan tanda yang tak sehat. Sebab, itu artinya Anda memiliki pertahanan diri yang sangat rendah.

Mencari orang yang sempurna

Banyak orang yang percaya akan cinta sejati. Tapi mereka tidak yakin apakah pasangannya itu benar-benar tepat untuknya. Jadi, mereka merasa sulit untuk mencari sosok yang sempurna seperti impiannya.

Tanpa pamrih

Ada juga orang-orang yang takut kalau mereka ternyata tidak bisa setia kepada pasangan dan akhirnya justru melukai. Ketidakpercayaan diri tersebut yang akhirnya membuat seseorang tidak ingin terikat dalam sebuah hubungan yang serius. Mereka juga tidak ingin disalahkan seandainya ada sesuatu yang terjadi pada hubungan tersebut.
(tty)
( http://lifestyle.okezone.com/read/2012/12/11/197/730332/mengapa-banyak-orang-memilih-hidup-single )

Tanggapan :
Dalam artikel ini, dijelaskan bahwa seseorang yang cenderung memilih untuk hidup single adalah orang-orang yang tinggal di perkotaan. Hal ini dikarenakan rasa takut akan patah hati, rasa takut akan ditolak, keinginan untuk mendapatkan pasangan yang sempurna dan sesuai dengan kriterianya serta dihantui rasa tidak bisa menjaga kesetiaan apabila nanti telah memiliki pasangan.

Hubungan Interpersonal

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 2PA01
Tulisan 2 / Kesehatan Mental



Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.

Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.


A. Model - Model Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai hubungan interpersonal, yaitu:
1. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley
, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut:

“ Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya ”.

Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan.


2. Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.


3. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.


B. Cara memulai hubungan
Adapun tahap-tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:

1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.

2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c) respon yang tepat; dan d) nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.


3.Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:
a. Kompetisi , dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
b. Dominasi , dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
c. Kegagalan , dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
d. Provokasi , dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
e. Perbedaan nilai , dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.


C. Intimasi & Hubungan Pribadi
Secara harfiah intimasi dapat diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli. Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Intimasi menurut Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk
mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati,serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk,2001). Selain itu dalam proses intimasi perlu untuk memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain. Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999). Berdasarkan beberapa pengertian intimasi di atas, dapat disimpulkan bahwa intimasi adalah suatu hubungan interpersonal yang berkembang dari hubungan timbal balik antara dua individu, yang terwujud melalui saling berbagi perasaan dan pikiran yang terdalam, saling membuka diri, serta saling menerima dan menghormati satu sama lain.

D. Intimasi & Pertumbuhan
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing- masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada. Sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif. Kemudian muncul teori model atau model efek terbatas, Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efectif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah pesan.Contoh : seorang gadis berjalan lenggak-lenggok seperti pragawati dan banyak pria terpana padanya sampai-sampai tak berkedip, itu merupakan pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act). Model S – R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang datang dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki.


Sumber :

http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/07/hubungan-interpersonal.pdf

eprints.undip.ac.id/10947/1/SKRIPSI.pdf www.psikologi.or

Jalaluddin Rakhmat, psikologi komunikasi, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 119Ibid, hlm. 120

Selasa, 04 Juni 2013

Penyesuaian Diri & Pertumbuhan

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 2PA01
Tulisan 1 / Kesehatan Mental

Konsep Penyesuaian Diri 
Penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain. 

Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
  • Penyesuaian sebagai adaptasi --- Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
  • Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas --- Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
  • Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan --- Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.
Pertumbuhan Personal
Kehidupan manusia dihubungkan dalam 2 proses yang terus menerus dan berkelanjutan . Kedua proses tersebut merupakan pengertian dari pertumbuhan dan perkembangan. Manusia mmempunyai kapasitas jasmani dan rohaniah sebagai suatu kondisi menuju pada arah kesempurnaan . Menurut Crow dan Crow , kematangan atau pertumbuhan sejak pembuahan dan seterusnya merupakan gejala alamiah. Pertumbuhan itu sebagai suatu hasil dari fakor-faktor luar dari individu yang matang atau tumbuh itu bisa di tunjukan sebagai perkembangan . Definisi pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis dari hasil proses suau kematangan fungsi-fungsi jasmani sebagai akibat dari adannya pengaruh lingkungan. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses berubahnnya keadaan jasmaniah (fisik) yang turun-menurun dalam bentuk proses aktif yang berkesinambungan. Selain itu pertumbuhan tidak hanya berlaku pada hal yang bersifat kuantitatif , seperti alam, sel, kromosom rambut dan lain-lain . namun pertumbuhan terdiri dari bahan-bahan kualitatif seperi kesan, keinginan, ide, gagasan , pengetahuan , nilai dan lain-lain. 
Pengertian lain tentang pertumbuhan. Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak serta merta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang. Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu. Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu: 
1. Faktor Biologis
 Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan ,kaki dan lainya.Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. 
2. Faktor Geografis 
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula. 
3. Faktor Kebudayaan 
Khusus Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga. 
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
 *Aliran asosiasi, perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion. 
*Psikologi gestalt, pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada. 
*Aliran sosiologi, pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
a. Penekanan pertumbuhan diri
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah)yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan. 
b. Variasi pertumbuhan 
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. 
c. Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
 Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). 
d. Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33). 
Sumber :

Prof Dr. H. Baharudin. M.Pd.I.(2009).pendidikan dan psikologi pertumbuhan.yogyakarta. Ar-Ruzz Media.  

Andi Semiun, Yustinus . 2006 . Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius 
http://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-penyesuaian-diri.html

Bentuk - Bentuk Utama dalam Terapi

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 3PA03
Tugas Psikoterapi Artikel 3

Terapi Supportive 
Suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya.

Tujuan Terapi Supportive :
  • Menguatkan daya tahan mental yang dimilikinya
  • Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri. ( Maramis, 2005)
  • Meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan (Anonym , 2001)
  • Mengevaluasi situasi kehidupan pasien saat ini, beserta kekuatan serta kelemahannya, untuk selanjutnya membantu pasien  melakukan perubahan realistik apa saja yang memungkinkan untuk dapat berfungsi lebih baik (Tomb, 2004). 
Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:
  • Ventilasi atau kataris 
      ·         Persuasi atau bujukan (persuasion)
  • Sugesti
  • Penjaminan kembali ( reassurance)
·         Bimbingan dan penyuluhan
·         Terapi kerja
·         Hipno-terapi dan narkoterapi
·         Psikoterapi kelompok
·         Terapi perilaku
 
Terapi Reeducative
Untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri.

Terapi Reconstructive
Untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknaya dialam tak sadar, dengan usaha untuk mendapatkan perubahan yang luas daripada struktur kepribadian dan pengluasan pertumbuhan kepribadian dengan pengembangan potensi penyesuaian diri yang baru.

Cara-cara psikoterapi rekonstruktif antara lain :
Psikoanalisa freud dan Psikoanalisa non freud psikoterapi yang berorientasi kepada psikoanalisa dengan cara : asosiasi bebas, analisis mimpi, hipoanalisa/sintesa, narkoterapi, terapi main, terapi kelompok analitik. 1. Beberapa jenis psikoterapi suportif semua dokter kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis katarsis, persuasi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan (konseling) kembali memodifikasi tujuan dan membangktikan serta memprgunakan potensi kreatif yang ada. Cara-cara psikoterapi reduktif antara lain :
-          Terapi hubungan antar manusi (relationship therapy)
-          Terapi sikap (attitude therapy)
-          Terapi wawancara ( interview therapy)
-          Analisa dan sinthesa yang distributif (terapi psikobiologik Adolf Meyer)
-          Konseling terapetik
-          Terai case work
-          Reconditioning
-          Terapi kelompok yang reduktif
-          Terapi somatic


Sumber :
http://www.scribd.com/doc/27950595/psikoterapi-suportif