Selasa, 27 November 2012

Multikulturalisme

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 3PA06 / Psikologi Lintas Budaya


Sejarah Multikulturalisme

Sebagai sebuah gerakan, menurut Bhiku Parekh, multikulturalisme baru sekitar tahun 1970-an mulai muncuil pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya. Setelah itu, diskursus meultikulturalisme berkembang dengan sangat cepat. Setelah tiga decade sejak digulirkan, multikulturalisme sudah mengalami dua gelombang penting, yaitu; Pertama, multikulturalisme dalam konteks perjuangan pengakuan budaya yang berbeda. Prinsip kebutuhan terhadap pengakuan (needs of recognition) adalah ciri utama dari gelombang pertama ini... 
Kedua, yaitu yang disebut gelombang kedua, adalah multikulturalisme yang melegitimasi keragaman budaya, yang mengalami beberapa tahapan, diantaranya: kebutuhan atas pengakuan, melibatkan berbagai disiplin akademik lain, pembebasan melawan imperealisme dan kolonialisme, gerakan pembebasan kelompok identitas dan masyarakat asli/ masyarakat conform (indigeneous people), post-kolonialisme, globalisasi, post-nasionalisme, post-modernisme, dan post-strukturalisme yang mendekonstruksi struktur kemapanan dalam masyarakat.
Multikulturalisme gelombang kedua ini, menurut Steve Fuller pada gilirannya memunculkan tiga tantangan yang harus diperhatikan sekaligus harus diwaspadai, yaitu, pertama, adanya hegemoni Barat dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan. Komunitas, utamanya Negara-negara berkembang perlu mempelajari sebab-sebab dari hegemoni Barat dalam bidang-bidang tersebut dan mengambil langkah-langkah seperlunya dalam mengatasinya, sehingga dapat sejajar dengan dunia Barat. Kedua, esensialisme budaya. Dalam hal ini multikulturalisme berupaya mencari esensi budaya tanpa harus jatuh ke dalam pandangan yang xenophobia dan etnosentrisme. Multikulturalisme dapat melahirkan tribalisme yang sempit yang pada akhirnya merugikan komunitas itu sendiri di dalam epoch globalisasi. Ketiga, proses globalisasi, bahwa globalisasi disposition memberangus identitas dan kepribadian suatu budaya.
Oleh kaena itu, untuk menghindari kekeliruan dalam diskursus tentang multikulturalisme, Bikhu Parekh menggarisbawahi tiga asumsi yang harus diperhatikan dalam kajian ini, yaitu; Pertama, pada dasarnya manusia akan terikat dengan struktur dan sistem budayanya sendiri dimana dia hidup dan berinteraksi.  Keterikatan ini tidak berarti bahwa manusia tidak disposition bersikap kritis terhadap complement budaya tersebut, akan tetapi mereka dibentuk oleh budayanya dan akan selalu melihat segala sesuatu berdasarkan budayanya tersebut.
Kedua, perbedaan budaya merupakan representasi dari complement nil;aid an cara pandang tentang kebaikan yang berbeda pula. Oleh karena itu, suatu budaya merupakan suatu entitas yang relations sekaligus prejudiced dan memerlukan budaya lainuntuk memahaminya. Sehingga, tidak satu budaya joke yang berhak memaksakan budayanya kepada complement budaya lain.
Ketiga,  pada dasarnya, budaya secara inner merupakan entitas yang plural yang merefleksikan interaksi antarperbedeaan tradisi dan untaian cara pandang. Hal ini tidak berarti menegaskan koherensi dan identitas budaya, akan tetapi budaya pada dasarnya adalah sesuatu yang majemuk, terus berproses dan terbuka.
Dalam sejarahnya, melani Budianata menyatakan bahwa multikulturalisme diawali dengan teori melting pot yang diwacanak oleh J. Hector St. John de Crevecour seorang imigran asal Normandia yang menggambarkan bercampurnya berbagai manusia dari latar belakang berbeda menjadi bangsa baru “manusia baru”. Dalam hal ini Hector ingin menekankan penyatuan bangsa dan ‘melelehkan” budaya asal, sehingga seluruh imigran amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika. Dalam hal ini bagaimanapun juga, konsep melting pot masih menunjukkan perspektif yang bersifat monokultir, karena acuan atau “cetakan budaya” yang dipakai untuk “melelehkan” berbagai asal budaya tersebut mempunyai karakteristik yang secara umum diwarnai oleh kelompok berkulit putih, berorientasi budaya anglo-saksos dan bernuansa Kristen protestan (White Anglo Saxson Protestan) – biasa disebut WASP – sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.
Wacana multikultural di Barat, pada gilirannya akan menjadi isu tellurian seiring dengan berjalannya proses globalisasi yang tidak mengenal demarkasi antarnegara. Terlebih lagi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan terjadinya interaksi antarbudaya di tengah masyarakat dunia.


 Pengertian Multikulturalisme

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.

Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.  



Sumber :
Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
maunglib.do.am/load/0-0-1-87-20 
http://curuk-sinobi.blogspot.com/2012/05/pengertian-multikulturalisme-sejarah.html

Akulturasi Psikologis

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 3PA06 / Psikologi Lintas Budaya


Pengertian Akulturasi

Akulturasi merupakan perkawinan antar dua kebudayaan yang berbeda, dan masing-masing dapat menerima nilai-nilai kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asal (Bee 104-105).

Pengertian Akulturasi , menurut para ahli :

1) Koentjaraningrat (1996: 155): Akulturasi adalah suatu proses social yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ki dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

2) Menurut Garbarino:"Acculturation (is) the process of culture change as a result of long term, face to face contact between two societies" (Garbarino, 1983).

“Akulturasi (adalah) proses perubahan budaya sebagai akibat jangka panjang, tatap muka kontak antara dua masyarakat "(Garbarino, 1983).

3) Menurut Ta Chee Beng: "Acculturation is the kind of cultural change of one ethnic group or a certain population of ethnic group (A) in relation to another ethnic group (B) such that certain cultural features of A become similar or bear some resemblance to those of B" (Ta Chee Beng, 1988).

“Akulturasi adalah jenis perubahan budaya dari satu kelompok etnis atau populasi tertentu dari kelompok etnis (A) dalam hubungannya dengan kelompok etnis lain (B) sedemikian rupa sehingga budaya tertentu fitur dari A menjadi serupa atau beruang kemiripan kepada mereka dari B "(Ta Chee Beng, 1988).


4) Akulturasi menurut Robert E.Park dan Ernest W.Burgess (1921:735) “comprehends those phenomena which result when groups of individuals having different culture comes into continous first hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups".



“Memahami fenomena yang terjadi ketika kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda datang ke dalam kontak tangan terus pertama, dengan perubahan berikutnya dalam pola-pola budaya asli dari salah satu atau kedua kelompok ".


5) Akulturasi menurut Arnold M.Rose (1957:557-558) “ the adoption by a person or group of the culture of another social group."

"adopsi oleh orang atau kelompok budaya lain kelompok sosial"

6) Menurut Redfield, Linton, Herskovits Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu, dan mengadakan kontak secara terus menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya.

Dari definisi tersebut terlihat bahwa akulturasi adalah salah satu aspek daripada culture change dan asimilasi adalah salah satu fase dari akulturasi, sedang difusi adalah daripada akulturasi

7) Menurut Krober: Akulturasi itu meliputi perubahan didalam kebudayaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari kebudayaan yang lain, yang akhirnya menghasilkan makin banyaknya persamaan pada kebudayaan itu.

Menurut krober, difusi adalah salah satu aspek dari akulturasi.

8) Gillin & Gillin Dalam bukunya “culture Sosiology”, memberikan definnisi mengenai akulturasi sebagai proses dimana masyarakat-masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu. 


Pengertian Psikologis
  • ANAS TAMSURI
Psikologis adalah masalah-masalah perilaku atau emosional yang dapat emningkatkan risiko gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa
 
  • DENNIS J. BILLY
Secara tradisional, suara hati dipahami dalam pengertian psikologis, yaitu kesadaran tentang yang  benar dan yang salah
 
  • ABDUL MUJIB
Psikologis adalah pikiran yang melibatkan ide atau intelek untuk memahami dunia dan dirinya
 
  • MYRA CHAVE - JONES
Psikologis merupakan gambaran garis besar mengenai cara kerja pikiran kita
 
  • EBEN NUBAN TIMO
Psikologis merupakan keyakinan dan pandangan manusia tentang alam sekitar, manusia, dan Allah
 
  • BILSON SIMAMORA
Psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam individu seseorang dan unsur-unsur psikologis ini meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, memori, emosi, kepercayaan, dan sikap.
 
  • NURSALAM
Psikologis merupakan hal yang merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam memanfaatkannya menghadapi stress yang disebabkan situasi dan lingkungan
 
  • WILLY WONG
Psikologis merupakan bentuk dari mekanisme fight dan flight dalam diri manusia
 
  • YUSUF QARDHAWI
Psikologis merupakan hal pertama yang mempengaruhi perilaku seseorang

 
 
Jadi, Akulturasi Psikologis adalah akulturasi yang terjadi pada psikologi seseorang. Misalkan saja seperti WNA yang datang ke Indonesia lalu menetap, mereka akan berusaha untuk belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia tetapi dia tidak meninggalkan kebudayaan lamanya, tidak mengubah kepribadiannya, tidak mengubah cara dia bergaul, dan sebagainya.









Sumber :
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=13&submit.y=18&page=6&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fdesi%2F2008%2Fjiunkpe-ns-s1-2008-41403120-9441-ketapang_indah-chapter2.pdf

http://nurulantropologi.blogspot.com/2011/03/asimilasi-dan-akulturasi.html

http://carapedia.com/pengertian_definisi_psikologis_info2055.html

Penggunaan Internet Dalam Ilmu Psikologi

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 2PA01 / Psikologi dan TI


Internet (Interconnected Network) adalah sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan komputer-komputer dan jaringan-jaringan di seluruh dunia tanpa mengenal batas teritorial, budaya, dan hukum untuk menyebarkan informasi dan mendapatkan informasi.

Manfaat Internet :
1. Bidang Pendidikan
Internet memungkinkan kita untuk mendapatkan banyak referensi keilmuan dari perpustakaan maya (library online) yang ada di internet dan sebagai media pembelajaran secara online dengan menggunakan teleconference internet (e-learning)
2. Bidang Ekonomi dan Bisnis
Internet hadir dengan istilah e-commerce yaitu kegiatan perdagangan, jual beli, promosi dan sebagainya dapat dilakukan melalui internet
3. Bidang Pemerintahan
Internet hadir dengan e-government untuk memudahkan pemerintah untuk memberikan informasi dan layanan kepada masyarakat secara maksimal.
4. Sarana Bersosialisasi dan Mencari Sahabat
Pengguna internet dapat menjalin komunikasi dengan rekan-rekannya di segala penjuru dunia dalam waktu singkat dan biaya murah melalui fasilitas email dan chatting
5. Sarana Hiburan
Internet menyediakan banyak fasilitas pilihan seperti permainan, game, musik, video, dunia entertainment dan sebagainya.

Diatas sudah disebutkan beberapa manfaat dari internet, dan salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Hal ini memang benar sekali, internet sangat dibutuhkan pada bidang Pendidikan salah satunya cabang ilmu Psikologi. Pada ilmu Psikologi, internet memiliki kegunaan yang cukup membantu seperti pada website www.e-psikologi.com. Website www.e-psikologi.com adalah web nirlaba yang tidak mengenakan biaya atau menjual apapun kepada penggunanya, dan menyediakan layanan konseling online gratis dan bacaan-bacaan artikel. Jadi, kita bisa berkonsultasi melalui web tersebut kapan saja karena bersifat online, bisa mendapatkan informasi dan membaca artikel-artikel terkait psikologi, bisa melatih kemampuan kita terkait ilmu psikologi karena pada web tersebut terdapat kuis psikologi, dan sebagainya. 

Jadi, pada website www.e-psikologi.com kita dapat menambah pengetahuan tentang psikologi secara mudah dan efisien serta bisa melakukan konsultasi bila ada sesuatu yang ingin dikonsultasikan tetapi tidak memiliki banyak waktu maka bisa menggunakan web ini.
 






Sumber :
http://endra-dwi-putra.blogspot.com/2012/04/pengertian-internet-dan-intranet.html 
 http://www.e-psikologi.com

Senin, 26 November 2012

JEJARING SOSIAL

Ratih Ayu Widyasih / 1A512082 / 2PA01 / Psikologi dan TI



 SEJARAH DAN PENGERTIAN JEJARING SOSIAL

Situs jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi seperti nilia, visi, ide, teman, keturunan, dll.

Sejak komputer dapat dihubungkan satu dengan lainnya dengan adanya internet, banyak upaya awal untuk mendukung jejaring sosial melalui kmunkasi antar komputer. Situs jejaring sosial diawali oleh Classmates.com pada tahun 1995 yang berfokus pada hubungan antar teman mantan sekolah dan SixDegrees.com pada tahun 1997 yang mambuat ikatan tidak langsung. Dua model berbeda dari jejaring sosila yang lahir sekitar tahun 1999 adalah berbasiskan kepercayaan yang dikembangkan oleh Epionions.com, dan jejaring sosial yang berbasiskan pertemanan seperti yang dikembangkan oleh Uskup Jonathan ynag kemudina dipakai pad beberapa situs UK regional diantara tahun 1999 dan 2001. inovasi meliputi tidak hanya memperlihatkan siapa berteman dengan siapa, tetapi memberikan penggunaan kontrol yang lebih akan isi dan hubungan. Pada tahun 2005, suatu layanan jejaring sosial MySpace, dilaporkan lebih banyak diakses dibandingkan Google dengan Facebook, pesaing ynga tumbuh dengan cepat. 

Jejaring sosial mulai menjadi bagian dari strategi internet bisnis sekitar tahun 2005 ketika Yahoo meluncurkan Yahoo! 360. pada bulan juli 2005 New Corporation membeli MySpace, diikuti oleh ITV (UK) membeli Friendster Reunited pada desember 2005. Diperkirakan ada 200 situs jejaring sosial menggunakan model jejaring sosial ini. 

Memasuki tahun 2006, penggunaan friendster dan Myspace mulai tergeser dengan adanya facebook. Facebook dengan tampilan yang lebih modern memungkinkan orang untuk berkenalan dan mengakses informasi seluas-luasnya.

Tahun 2009, kemunculan Twitter ternyata menambah jumlah situs sosial bagi anak muda. Twitter menggunakan sistem mengikuti - tidak mengikuti (follow-unfollow), dimana kita dapat melihat status terbaru dari orang yang kita ikuti (follow).

Tahun 2012, muncul kembali dan menambah kembali situs jejaring sosial untuk semua usia yang bernama Ketiker. Ketiker adalah situs web yang menawarkan jejaring sosial berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan yang disebut post.


DAMPAK POSTIF DAN NEGATIF JEJARING SOSIAL
Beberapa efek positif yang dihasilkan oleh situs jejaring sosial adalah:
  • Sebagai media penyebaran informasi
Informasi yang up to date sangat mudah menyebar melalui situs jejaring sosial. Hanya dalam tempo beberapa menit setelah kejadian, kita telah bisa menikmati informasi tersebut. Ini sangatlah bermanfaat bagi kita sebagai manusia yang hidup di era digital seperti sekarang ini. Cakrawala dunia serasa berada dalam sentuhan jari kita.
  • Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan sosial
Mengasah keterampilan teknis dan sosial merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi agar bisa bertahan hidup dan berada dalam neraca persaingan diera modern seperti sekarang ini. Hal ini sangatlah penting, tidak ada batasan usia, semua orang butuh untuk berkembang.
  • Memperluas jaringan pertemanan
Dengan menggunakan jejaring sosial, kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja, bahkan dengan orang yang belum kita kenal sekalipun dari berbagai penjuru dunia. Kelebihan ini bisa kita manfaatkan untuk menambah wawasan, bertukar pikiran, saling mengenal budaya dan ciri khas daerah masing-masing, dll. Hal ini dapat pula mengasah kemampuan berbahasa seseorang. Misalnya, belajar bahasa inggris dengan memanfaatkan fasilitas call atau video call yang disediakan di situs jejaring sosial.Namun, dibalik pengaruh positif yang ditimbulkan, terdapat pula efek negatif. Diantaranya:
  • Kejahatan dunia maya (cyber crime)
Seiring berkembangnya teknologi, berkembang pula kejahatan. Didunia internet, kejahatan dikenal dengan nama cyber crime. Kejahatan dunia maya sangatlah beragam. Diantaranya, carding, hacking, cracking, phising, dan spamming.
  • Melemahkan dan menurunkan sensitifitas
Penurunan sensitifitas yang dimaksud disini adalah menurunnya tingkat simpati dan empati seseorang terhadap dunia nyata. Dengan jejaring sosial, seseorang cenderung melupakan dunia nyata dan tenggelam didalam dunia maya. Merenggangkan dan mengabaikan sesuatu yang terjadi disekitarnya dan lebih memilih untuk memperhatikan sesuatu yang terjadi didunia maya.
  • Menyebabkan penyakit maag
Kecanduan jejaring sosial ditandai dengan menjamurnya warnet (warung internet) dan warkop free wi-fi. Ini merupakan sebuah kemajuan telak yang dialami masyarakat kita tetapi disisi lain, kemajuan tersebut berdampak nyata pada kondisi kesehatan seseorang. Orang yang berlama-lama didepan komputer cenderung lupa makan. Tentunya hal ini akan menyebabkan penyakit serius. Penyakit yang paling sering dijumpai pada orang-orang yang kecanduan internet adalah sakit maag. Untung saja ada promag yang melindungi dan dapat menormalkan kembali produksi asam lambung yang berlebihan. Promag merupakan pilihan yang tepat untuk dikonsumsi. Harga murah, mudah didapat, dan kecepatannya dalam mengatasi sakit maag merupakan keuntungan bagi pecandu internet yang haus akan informasi. Promag tentunya akan melancarkan kembali aktivitas browsing anda dan pekerjaan yang anda tekuni melalui internet.



Sumber :
http://irfanodahilmi.blogspot.com/2010/01/sejarah-dan-pengertian-situs-jejaring.html
http://media.kompasiana.com/new-media/2011/08/07/dampak-positif-dan-negatif-jejaring-sosial/

Minggu, 25 November 2012

FINAL SOFTSKILL SIP CLASS

RANGKUMAN JURNAL 1 :


Assessing Concerns and Issues about the Mediation of Technology in Cyberbullying

Wannes Heirman, Michel Walrave (2008)
Department of Communication Studies, University of Antwerp, Antwerp, Belgium 



Cyberbullying telah muncul sebagai bentuk baru dari agresi rekan di masyarakat kita. Seperti namanya, cyberbullying terjadi melalui penggunaan media elektronik dengan tujuan untuk menyakiti orang lain. Meskipun penelitian telah menunjukkan sejumlah konsekuensi serius cyber-korban, masih banyak pertanyaan terjawab mengenai dampak cyberbullying. Data longitudinal belum ada untuk memberikan bukti empiris mengenai efek jangka panjang dari cyberbullying, namun banyak peneliti percaya bahwa ini mungkin sebagai buruk, jika tidak lebih buruk, daripada yang dihasilkan dari tradisional bullying. Dalam perdebatan tentang dampak sebenarnya dari cyberbullying, berbagai masalah yang terkait dengan mediasi teknologi, telah diajukan oleh sejumlah peneliti dan penulis. Keprihatinan ini termasuk potensi media baru untuk menjaga anonimitas, mengganggu 24/7 dalam kehidupan rekan-rekan ', untuk tetap diperhatikan bagi para guru, orang tua dan pendidik dan menanggalkan isyarat non-verbal komunikasi dengan korban. Untuk memenuhi permintaan untuk kejelasan konseptual lebih pada medan cyberbullying, artikel ini menawarkan kerangka konseptual dengan membawa bersama-sama masalah ini dan kritis membahas mereka dalam lingkup pengetahuan terkini tentang cyberbullying.

RANGKUMAN JURNAL 2 : 

The formation of new media preferences among pre-school children in the context of peer culture and home interaction: A pedagogical perspective

Kristi Vinter (2012)
Department of Educational Sciences, Tallinn University


Penelitian ini menguji hubungan antara dua lingkungan pertumbuhan utama, rumah, dan pra-sekolah dalam pembentukan preferensi baru anak muda dalam konteks ekologi techno Microsystem dan budaya sebaya. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk menyelidiki kemungkinan pengaruh dari rumah dan pra-sekolah pada konsumsi anak-anak dan pembentukan preferensi media baru dan arah dari pengaruh antara pengaturan yang berbeda di sekitar anak, berdasarkan pendapat anak-anak, pra-sekolah guru dan orang tua.


Metode yang digunakan adalah metode kelompok fokus, karena membantu untuk menangkap pendapat dan pengalaman dari pra-sekolah,  guru,  dan orang tua dari berbagai latar belakang di Estonia. Selain itu, karena topik yang dibahas adalah relatif baru dalam pengaturan anak usia dini, metode kelompok fokus didukung kelompok pembuatan konten dan mendorong para peserta untuk menyoroti contoh kasus serupa atau bahkan berbeda dalam praktek mereka sendiri, sehingga memperkaya data.  Kelompok fokus dibagi menjadi tiga ; Kelompok fokus dengan pra-guru sekolah, Kelompok fokus dengan pra-sekolah anak, Kelompok fokus dengan orang tua. Analisis data dibagi menjadi tiga bagian. Pada awalnya, tiga set data dari anak-anak, orang tua dan pra-sekolah guru dianalisis secara terpisah dalam kasus. Analisis tanggapan kelompok anak-anak fokus menunjukkan perbedaan besar dalam preferensi baru anak-anak media di antara berbagai kelompok pra-sekolah. Bagian kedua dari analisis ini dilakukan dalam waktu enam pra-sekolah kelompok untuk mengidentifikasi pengaruh teman sebaya pada pembentukan kebiasaan media baru dan preferensi. Bagian ketiga, yang merupakan cross-case analysis, memungkinkan semua pihak terkait untuk dibandingkan dan pola yang akan dicari (Eisenhardt, 1989). Perbandingan ini dilakukan terhadap pra-didefinisikan kategori mencari persamaan dan perbedaan. Cross-case analysis terbukti berguna dan efisien, karena itu membantu untuk membandingkan kasus yang berbeda dari perspektif yang dipilih dan pola berulang dan tema di berbagai pihak dan kelompok.
Kesimpulan dari penelitian ini, mempengaruhi pada pembentukan preferensi berasal dari rumah dan diperkuat dalam budaya rekan, yang menimbulkan beberapa poin yang harus diberikan fokus yang lebih besar di masa depan. Penelitian lebih lanjut memerlukan mekanisme yang memperkuat atau menghambat pengaruh yang datang dari rumah, karena latar belakang yang sangat berbeda. Kesimpulan dari gambaran teoritis, dapat dinyatakan bahwa anak-anak melihat Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai sosial dan rekreasi berarti daripada alat pendidikan, yang mempengaruhi pengalaman mereka menggunakan komputer dan pembentukan preferensi mereka.

RANGKUMAN JURNAL 3 :

The Relationship of Players to Their Avatars in MMORPGs: Differences between Adolescents, Emerging Adults and Adults

Lukas Blinka (2008) 
Institute for Research of Children, Youth and Family, Faculty of Social Studies,
Masaryk University, Brno, Czech Republic 



Jurnal ini berfokus pada hubungan antara pemain dan avatar mereka, menjadi representasi pemain di ruang virtual. Hubungan ini telah dianalisis dari sudut pandang struktur umur peserta (remaja, dewasa muncul, dan orang dewasa), juga membandingkan apakah mereka memiliki pasangan, yang menikah atau lajang. Inti dari artikel ini adalah dengan demikian sudut pandang perkembangan fenomena tersebut, namun kami juga ingin menunjukkan interpretasi psikodinamik mungkin.

Penelitian ini mensurvei 532 responden - pemain MMORPG. Pengumpulan data berlangsung dengan bantuan kuesioner online. Pemain diminta untuk mengisi dalam menggunakan iklan di diskusi terbesar untuk beberapa tentang World of Warcraft dan Everquest permainan, yang merupakan dua MMORPGs paling populer. Selama beberapa minggu, iklan itu secara teratur diperbarui untuk membuatnya lebih terlihat dari peserta forum diskusi.

Hasil mengidentifikasi tiga faktor yang dominan. Yang pertama berhubungan dengan identifikasi, yaitu tidak membedakan pemain dari avatar dan pemain muda yang kuat identifikasi. Faktor perendaman, yaitu melamun dan perasaan emosional terhadap avatar, ditemukan menjadi penting pada tingkat yang sama untuk semua cathegories usia. Di antara remaja dan orang dewasa yang muncul, hasilnya menunjukkan kesamaan yang lebih tinggi dalam identifikasi dan kompensasi antara pemain dan avatar, sementara hubungan (dan komponennya) ditemukan lemah di kalangan orang dewasa.

RANGKUMAN JURNAL 4 :  

Exploring the Relationships among Internet Usage, Internet Attitudes and Loneliness of Turkish Adolescents 

Yavuz Erdoğan  (2008)
Department of Computer and Instructional Technologies,
University of Marmara, Istanbul, Turkey  



Internet menjadi semakin berpengaruh bagi banyak orang. Tampaknya bahwa tidak ada aspek di kehidupan yang  tidak tersentuh oleh Internet. Ini mungkin adalah pengakuan dominasi Internet yang telah menyebabkan psikolog untuk fokus pada fenomena ini (Hamburger & Ben-Artzi, 2003). Para pengamat telah mencatat bahwa pengguna internet “berat” tampaknya terasing dari kontak sosial normal dan bahkan mungkin telah menganggap  Internet sebagai faktor dominan dalam kehidupan sosial mereka (Beard 2002, Weiser 2001, Widyanto & McMurran, 2004; Muda, 1996). Meskipun ada banyak, namun sebagian tidak diketahui, faktor tentang dampak negatif dari internet, dua faktor utama yang sangat relevan untuk penelitian yang dipresentasikan: pertama ada perpindahan kegiatan sosial di mana individu akhirnya menghabiskan begitu banyak waktu online yang ia atau dia tidak dapat berpartisipasi dalam tatap muka kegiatan sosial. Yang kedua adalah perpindahan Artinya, kualitas hubungan online adalah kualitas yang lebih rendah daripada tatap muka hubungan "ikatan yang kuat.".

Tujuan dari penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara internet, sikap penggunaan Internet dan kesepian remaja Turki.

2. Untuk mengetahui apakah ada prediktor yang signifikan dari kesepian remaja Turki.

3. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan dalam aktivitas internet rata-rata mingguan (web chat,instant messaging, email dan online game) jam dalam hal kesepian.

4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kesepian remaja Turki, penggunaan internet dan sikap internet dalam hal gender.

5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam jam aktivitas internet rata-rata mingguan dalam hal gender.


Metode yang digunakan ialah metode survei yaitu dengan mengumpulkan data dari kuesioner penggunaan internet yang telah diisi oleh pengguna internet, serta menggunakan skala sikap internet dan UCLA skala kesepian. 1.049 remaja menyelesaikan kuesioner yang berkaitan dengan internet sikap mereka sendiri penggunaan internet, dan perasaan kesepian.

Pada akhir penelitian, terungkap bahwa kesepian remaja Turki dikaitkan dengan kedua penggunaan internet meningkat dan sikap internet. Remaja yang melaporkan penggunaan berlebihan dari Internet untuk pesan surfing web, instan, email dan online game memiliki skor rata-rata secara signifikan lebih tinggi dari kesepian dibandingkan mereka yang tidak. Selain itu, remaja laki-laki melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari penggunaan Internet dan kesepian lebih dari perempuan. Remaja laki-laki melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari web surfing dan game online daripada perempuan. Namun, perempuan melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari e-mail.

RANGKUMAN JURNAL 5 :  

Social and Psychological Correlates of Internet Use among College Students 

Nancy Shields, Jeremy Kane (2011)
Department of Anthropology, Sociology, and Languages, University of Missouri-St. Louis, USA 




Penelitian ini menguji hubungan antara frekuensi penggunaan internet (dan jenis penggunaan) dan beberapa variabel sosial dan psikologis, alkohol dan penggunaan narkoba, dan prestasi akademik di antara 215 mahasiswa di sebuah universitas, komuter perkotaan. Frekuensi penggunaan internet tidak berhubungan dengan gejala depresi, namun tiga dari jenis penggunaan (mulai hari di Internet, mengunjungi situs-situs berita, melihat video) mengurangi gejala depresi. Penggunaan internet pada umumnya berhubungan dengan interaksi face-to-face, menunjukkan bahwa penggunaan internet yang digunakan untuk menambah bukan menggantikan interaksi sosial. Namun, hubungan yang signifikan antara penggunaan internet dan kualitas hubungan dengan orang tua dan orang lain yang signifikan cenderung negatif.

Tujuan dari jurnal ini adalah ;
1.  Untuk menyelidiki beberapa pertanyaan yang telah diajukan oleh penelitian tentang penggunaan internet dan kecanduan di kalangan mahasiswa. Pertama, peneliti berusaha untuk menyelidiki sejauh mana penggunaan internet (dan jenis penggunaan) dan menguji hubungan antara penggunaan internet dan berbagai variabel sosial dan psikologis seperti depresi, tingkat face-to-face interaksi, dan stres yang terkait dengan hubungan antarpribadi antara sampel mahasiswa. Karena temuan campuran dalam literatur, kami harapkan asosiasi positif dan negatif dengan penggunaan internet. Dalam hal asosiasi positif, peneliti mengharapkan penggunaan internet untuk keperluan menghubungkan dengan orang lain, misalnya, e-mail, (LaRose et al, 2001;. Morgan & Cotton, 2003) berkaitan dengan gejala depresi lebih sedikit dan masalah interpersonal.

2. Untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan internet (untuk bekerja, sekolah, dan penggunaan pribadi) dan kinerja akademik.

3.  Untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi penggunaan Internet dan frekuensi penggunaan alkohol, mariyuana, dan obat-obatan terlarang lainnya. Obat yang berlebihan dan alkohol telah diidentifikasi dengan depresi dan berbagai kesulitan sosial lainnya (Penyalahgunaan Zat dan Kesehatan Mental Layanan Administrasi, 1999; Naimi, Brewer, Mokad, Denny, Sedula, Marks &, 2003). Peneliti beralasan bahwa jika penggunaan berlebihan internet memiliki tujuan yang sama seperti penggunaan berlebihan dari alkohol dan narkoba, itu bisa dikaitkan dengan penggunaan narkoba atau alkohol.

Metode yang digunakan ialah metode yang dijelaskan oleh Silvo, Saunders, Chang Jiang dan (2006) untuk menyelidiki penyimpangan respon, meneliti korelasi antara urutan respons (responden awal dan akhir) dan demografi kunci, internet, dan variabel lainnya. Metode ini mengasumsikan bahwa responden akhir mirip dengan non-responden. Variabel termasuk usia, jenis kelamin, ras, beberapa langkah dari penggunaan internet, ukuran depresi, alkohol dan penggunaan narkoba, dan dilaporkan sendiri IPK.

Kesimpulan dari jurnal adalah, peneliti  menemukan bahwa penggunaan internet dikaitkan dengan variabel sosial dan psikologis baik positif dan negatif, tetapi harus dipahami dari segi jenis tertentu dari penggunaan Internet bukan hanya waktu di Internet. Gordon et al. (2007) juga berpendapat bahwa alasan mengapa orang menggunakan internet harus diperhitungkan untuk memahami asosiasi. Temuan dari penelitian ini adalah, pada interaksi face-to-face tidak menunjukkan bahwa penggunaan internet telah menggantikan hubungan social pada kehidupan nyata. Beberapa temuan lain yang paling menarik ada hubungannya dengan hubungan positif antara penggunaan Internet untuk pengumpulan berita dan gejala depresi lebih sedikit, dan asosiasi positif dan negatif antara melihat situs web seksual eksplisit dan beberapa variabel sosial.



Sumber : 
Heirman, W., & Walrave, M. (2008). Assessing Concerns and Issues about the Mediation of Technology in Cyberbullying. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 2(2), article 1.

Vinter, K. (2012). The formation of new media preferences among pre-school children in the context of peer culture and home interaction: A pedagogical perspective. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial  

Blinka, L. (2008). The Relationship of Players to Their Avatars in MMORPGs: Differences between Adolescents, Emerging Adults and Adults. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 2(1), article 5. 

Erdoğan, Y. (2008). Exploring the Relationships among Internet Usage, Internet Attitudes and Loneliness of Turkish Adolescents. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 2(2), article 4.
 
Shields, N., & Kane, J. (2011). Social and Psychological Correlates of Internet Use among College Students. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 5(1), article 2.