Kamis, 25 April 2013

STRES

Ratih  Ayu Widyasih / 1A512082/ 2PA01
Tulisan 2 (Kesehatan Mental)

Pengertian Stres
Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:

  1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
  2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
  3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.

Arti Penting Stres 

a. Aspek Fisiologis
Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu: 
  1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction ) : Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
  2. Fase perlawanan (Stage of Resistence ) : Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
  3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion ) : Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.
b. Aspek psikologis
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
  1. Kognisi : Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas kognitif.
  2. Emosi : Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006). Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
  3. Perilaku Sosial : Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino, 2006).


Tipe-tipe Stres Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara bersamaan diantaranya adalah :
a.Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b. Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
  1. Konflik menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
  2. Konflik mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas yang sangat kita sukai.
  3. Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.
c.    Frustrasi
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.    Kecemasan
Gelisah, khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.

Pendekatan problem solving terhadap stres
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
  1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
  2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
  3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
  4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah.
  5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
  6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
  7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
  8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

Sumber :
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24670/4/Chapter%20II.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar