Tulisan 1 (Kesehatan Mental)
Teori Kepribadian Sehat
- Allport
Menurut
Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah
sifat-sifat yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing
tingkah laku menurut prinsip otonomi fungsional.
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan – pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat :
1. Perluasan Perasaan Diri
Ketika orang matang, dia mengembangkan perhatian – perhatian di luar diri. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport menamakan hal ini “partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas. Dalam pandangan Allport, suatu aktivitas harus relevan dan penting bagi diri, harus berarti sesuatu bagi orang itu. Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka semakin juga dia akan sehat secara psikologis.
2. Hubungan diri yang hangat dengan orang – orang lain
2. Hubungan diri yang hangat dengan orang – orang lain
Allport membedakan dua macam kehangatan alam hubungan dengan orang-orang lain ; kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu. Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner,dll. Orang mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memperlihatkan kesejahteraannya. Perasaan terharu, tipe kehangatan yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Kepribadian yang matang sabar terhadap tingkah laku orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang-orang yang sehat menerima kelemahan-kelemahan manusia.
3. Keamanan Emosional
Sifat dari kepribadian sehat ini meliputi beberapa kualitas, kualitas utama adalah penerimaan diri. Kepribadian-kepribadian yang sehat mampu menerima semua segi dari diri mereka, termasuk kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Kepribadian-kepribadian yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi serta mengontrol emosi-emosi mereka.
4. Persepsi realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat menerima relaita sebagaimana adanya.
5. Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas
Komitmen dalam orang-orang yang sehat begitu kuat sehingga mereka sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggaan) ketika mereka terbenam dalam pekerjaan.
6. Pemahaman diri
Pengenalan diri yang memadai menuntut pemahaman tentang hubungan/perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya. Semakin dekat hubungan antara kedua gagasan ini, maka individu juga semakin matang. Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain.
7. Filsafat hidup yang mempersatukan
Orang-orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Orang-orang ini mempunyai suatu perasaan akan tujuan, suatu tugas untuk bekerja sampai selesai, sebagai batu sendi kehidupan mereka, dan ini memberi kontinuitas bagi kepribadian mereka.
3. Keamanan Emosional
Sifat dari kepribadian sehat ini meliputi beberapa kualitas, kualitas utama adalah penerimaan diri. Kepribadian-kepribadian yang sehat mampu menerima semua segi dari diri mereka, termasuk kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Kepribadian-kepribadian yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi serta mengontrol emosi-emosi mereka.
4. Persepsi realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat menerima relaita sebagaimana adanya.
5. Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas
Komitmen dalam orang-orang yang sehat begitu kuat sehingga mereka sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggaan) ketika mereka terbenam dalam pekerjaan.
6. Pemahaman diri
Pengenalan diri yang memadai menuntut pemahaman tentang hubungan/perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya. Semakin dekat hubungan antara kedua gagasan ini, maka individu juga semakin matang. Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain.
7. Filsafat hidup yang mempersatukan
Orang-orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Orang-orang ini mempunyai suatu perasaan akan tujuan, suatu tugas untuk bekerja sampai selesai, sebagai batu sendi kehidupan mereka, dan ini memberi kontinuitas bagi kepribadian mereka.
- Carl Rogers
- Perkembangan kepribadian “self”
- Peranan positive regard dalam pembentukan kepribadian individu
- Ciri-ciri orang yang berfungsi sepenuhya
Roger bekerja dengan individu-individu yang
terganggu yang mencari bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat
pasien-pasien ini, Rogers mengembangkan suatu metode terapi yang menempatkan
tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli
terapi.
Menurut Rogers, manusia yang sadar dan rasional,
tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak. Hal ini tidak
menghukum atau mengutuk kita untuk hidup dalam konflik dan kecemasan yang tidak
dapat kita kontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya bagi
kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting daripada masa lampau.
Rogers mempunyai konsepsi-konsepsi
pokok didalam teorinya, yaitu:
·
Organism,
yaitu
keseluruhan individu · Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman dan
· Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdeferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai beramacam-macam sifat:
a. Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungannya.
b. Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara yang tidak wajar.
c. Self mengejar keutuhan/kesatuan.
d. Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras dengan self.
e. Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai ancaman.
f. Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan dan belajar.
Saat kecil, anak-anak
mulai membedakan salah satu segi pengalamannya dari semua yang lain-lainnya. Anak-anak
mulai menambahkan kata “aku” dan “kepunyaanku”. Anak itu mengembangkan
kemampuannya untuk membedakan antara apa yang menjadi milik dan benda yang
dilihat, diraba, didengar dan dicium ketika dia mulai membentuk suatu gambaran
tentang siapa dirinya. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu “pengertian-diri’
(self concept).
Sebagian dari self concept, anak juga mengambarkan dia
akan menjadi apa dan siapa. Gambaran itu terbentuk sebagai suatu akibat dari
bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati
orang lainterhadap tingkah lakunya sendiri, anak itu secara ideal mengembangkan
suatu pola gambaran diri yang konsisten.
2. PERANAN
POSITIF REGARD DALAM PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN INDIVIDU
Positive
regard, suatu kebutuhan yang memaksa, dimiliki semua
manusia; setiap anak terdorong untuk mencari positive regard. Akan tetapi tidak setiap anak akan menemukan
kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas kalau menerima kasih sayang
dan cinta dari orang lain (ibunya), tetapi dia kecewa kalau dia menerima celaan
dan kurang mendapat cinta dan kasih sayang. Anak itu akan tumbuh menjadi suatu
kepribadian yang sehat, tergantung pada sejauh manakah kebutuhan akan positive regard ini dipuaskan dengan
baik.
Dalam hal ini, anak menjadi peka terhadap setiap
tanda penolakan dan segera mulai merencanakan tingkah lakunya menurut reaksi
yang diharapkan. Anak mengharapkan bimbingan tingkah lakunya dari orang-orang
lain, bukan dari dirinya sendiri. Karena ia telah merasa kecewa, maka kebutuhan
akan positive regard yang sekarang
bertambah kuat, makin lama makin mengerahkan energi dan pikiran. Anak itu harus
bekerja keras untuk positive regard
dengan mengorbankan aktualisasi-diri.
Anak dalam situasi ini mengembangkan apa yang disebut
Rogers “penghargaan diri positif bersyarat” (conditional positive regard). Kasih sayang dan cinta yang diterima
anak adalah syarat terhadap tingkah lakunya yang baik. Karena anak
mengembangkan conditional positive regard
maka ia menginternalisasikan sikap-sikap ibu. Jika itu terjadi, maka sikap ibu
diambil alih oleh anak itu dan diterapkan kepada dirinya.
3. CIRI-CIRI
ORANG YANG BERFUNGSI SEPENUHNYA
Hal yang pertama dikemukakan tentang versi Rogers
mengenai kepribadian yang sehat, yakni keribadian yang sehat itu bukan
merupakan suatu keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arahan bukan
suatu tujuan”. Aktualisasi diri berlangsung terus; tidak pernah merupakan suatu
kondisi yang selesai atau statis. Hal kedua dari aktualisasi diri adalah
aktualisasi diri itu merupakan suatu proses yang sukar dan kadang menyakitkan. Aktualisasi
diri merupakan suatu ujian, rentangan dan pecutan terus menerus terhadap semua
kemampuan seseorang. Hal ketiga tentang orang-orang yang mengaktualissikan
diri, yakni mereka benar-benar adalah diri mereka sendiri. Mereka tida
bersembunyi dibelakang topeng yang berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan
mereka atau menyembunikan sebagian diri mereka.
Rogers tidak percaya bahwa orang-orang yang
mengaktualisasikan diri hidup dibawah hukum-hukum yang diletakkan orang-orang
lain. Arah yang dipilih, tingkah laku yang diperlihatkan, semata-mata
ditentukan oleh individu-individu mereka sendiri. Rogers juga memberikan lima
sifat orang yang berfungsi sepenuhnya.
a)
Keterbukaan
Pada Pengalaman
Seseorang
yang terhambat oleh syarat-syarat penghargaan, bebas untuk mengalami semua
perasaan dan sikap. Tak satu pun yang harus dilawan karena tidak satu pun yang
mengancam. Jadi, keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari dalam dan dari
luar disampaikan ke sistem syaraf organisme tanpa distorsi atau rintangan.
Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat
dikatakan lebih “emosional” dalam pengertian bahwa dia mengalami banyak emosi
yang bersifat positif dan negatif (kebahagiaan maupun kesusahan) dan mengalami
emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang yang defensif.
b)
Kehidupan
Eksistensial
Orang
yang berfungsi sepenuhnya, hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan. Setiap
pengalaman dirasa segar dan baru, seperti sebelumnya belum pernah ada dalam
cara yang persis sama. Maka dari itu ada kegembiraan karena setiap saat
pengalaman tersingkap. Orang yang berfungsi sepenuhnya jelas dapat menyesuaikan
diri karena struktur-diri terus-menerus terbuka kepada pengalaman-pengalaman
baru. Kepribadian yang demikian itu tidak kaku dan dapat diramalkan.
c) Kepercayaan
Terhadap Organisme Orang Sendiri
Bertingkah
laku menurut apa yang dirasa benar merupakan pedoman yang sangat dapat
diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan, lebih dapat diandalkan daripada
faktor-faktor rasional atau intelektual. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat
bertindak menurut impuls-impuls yang timbul seketika dan intuitif. Dalam tingkah
laku yang demikian itu terdapat banyak spontanitas dan kebebasan, tetapi tidak
sama dengan bertindak terburu-buru atau sama sekali tidak memperhatikan
konsekuensi-konsekuensinya.
d) Perasaan
Bebas
Rogers
percaya bahwa semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia
mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih
dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan antara alternatif
pikiran dan tindakan. Orang yang berfungsi sepenuhnya memiliki suatu perasaan
berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan
tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah laku, keadaan atau peristiwa
masa lampau.
e) Kreatifitas
Orang-orang
yang kreatif dan spontan tidak terkenal karena konformitas atau penyesuaian
diri yang pasif terhadap tekanan-tekanan sosial dan kultural. Rogers percaya
bahwa orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan
bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi
lingkungan. Mereka memiliki kreatifitas dan spontanitas untuk menanggulani
perubahan-perubahan traumatis sekalipun, seperti dalam pertempuran atau
bencana-bencana ilmiah.
- Abraham Maslow
Teori Kepribadian Abraham Maslow
1) Individu sebagai Kesatuan Terpadu
Pertama-tama Maslow menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi, sehingga motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu adalah motivsi individu seutuhnya bukan bagian darinya. Menurut maslow manusia harus diselidiki sebagai sesuatu yang totalitas, sebagai suatu system, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
Pertama-tama Maslow menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi, sehingga motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu adalah motivsi individu seutuhnya bukan bagian darinya. Menurut maslow manusia harus diselidiki sebagai sesuatu yang totalitas, sebagai suatu system, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
2) Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.. Maslow membuat tingkatan kebutuhan manusia menjadi lima karakteristik. sebagai berikut:
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.. Maslow membuat tingkatan kebutuhan manusia menjadi lima karakteristik. sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini
b. Kebutuhan akan rasa aman
Setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan. Untuk pribadi yang sehat, kebutuhan rasa aman tidak berlebih-lebihan atau selalu mendesak. Kebanyakan diantara kita ini tidak menyerah atau sama sekali tunduk kepada kebutuhan-kebutuhan rasa aman, tetapi dalam pada itu juga kita merasa tidak puas kalau jaminan dan stabilitas sama sekali tidak ada.
Setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan. Untuk pribadi yang sehat, kebutuhan rasa aman tidak berlebih-lebihan atau selalu mendesak. Kebanyakan diantara kita ini tidak menyerah atau sama sekali tunduk kepada kebutuhan-kebutuhan rasa aman, tetapi dalam pada itu juga kita merasa tidak puas kalau jaminan dan stabilitas sama sekali tidak ada.
c. Kebutuhan sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini,belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya seorang sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Maslow percaya bahwa makin lama makin sulit memuaskan kebutuhan akan memiliki dan cinta kerena mobilitas kita.begitu sering kita berganti rumah, tetangga, kota, bahkan pathner, sehingga kita tidak dapat berakar. Kita tidak cukup lama berada disuatu tempat untuk mengembangkan perasaan yang memiliki. Banyak orang dewasa merasakan kesepian dan terisolasi, meskipum mereka hidup ditengah-tengah orang banyak.
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini,belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya seorang sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Maslow percaya bahwa makin lama makin sulit memuaskan kebutuhan akan memiliki dan cinta kerena mobilitas kita.begitu sering kita berganti rumah, tetangga, kota, bahkan pathner, sehingga kita tidak dapat berakar. Kita tidak cukup lama berada disuatu tempat untuk mengembangkan perasaan yang memiliki. Banyak orang dewasa merasakan kesepian dan terisolasi, meskipum mereka hidup ditengah-tengah orang banyak.
d. Kebutuhan akan penghargaan
Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk tumbuh berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut oleh Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk tumbuh berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut oleh Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
- Erich Fromm
Menurut Erich Fromm, manusia adalah makhluk sosial. Berdasar pada
pendapat tersebut, maka salah satu ciri pribadi yang sehat berarti
adanya kemampuan untuk hidup dalam masyarakat sosial. Masyarakat sangat
penting peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian
seseorang merupakan hasil dari proses sosial di dalam masyarakat.
Masyarakat yang menjadikan seseorang berkepribadian sehat adalah
masyarakat yang hubungan sosialnya sangat manusiawi.
Menurut Fromm, ada lima watak sosial di dalam masyarakat:
1) Penerimaan (receptive)
2) Penimbunan (hoarding)
3) Penjualan/pemasaran (marketing)
4) Penghisapan/pemerasan (exploitative)
5) Produktif (productive)
Dari kelima watak sosial ini yang benar-benar tepat dan sehat hanyalah
watak produktif karena watak produktif didorong oleh cinta dan akal budi
dan dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan pribadi dan masyarakat.
Masyarakat yang baik itu perlu ditopang dengan cinta. Oleh karena itu,
Fromm menyebutkan 5 tipe yang berbeda tentang cinta, yaitu:
1) Cinta persaudaraan
2) Cinta keibuan
3) Cinta erotik
4) Cinta diri
5) Cinta ilahi
Menurut Fromm, cinta sangat penting untuk membangun dunia yang lebih
baik sebab yang dicari setiap orang di dalam masyarakat bukan
penderitaan.
Jadi menurut Fromm, pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu hidup
dalam masyarakat sosial yang ditandai dengan hubungan-hubungan yang
manusiawi, diwarnai oleh solidaritas penuh cinta dan tidak saling
merusak atau menyingkirkan satu dengan lainnya. Tujuan hidup seorang
pribadi adalah keberadaan dirinya itu sendiri dan bukan pada apa yang
dimiliki, pada apa kegunaannya atau fungsinya (A man whose goal in life
is being, not having and using). Dengan demikian, menurut Fromm, orang
yang berkepribadian sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat,
- mampu mencintai dan dicintai,
- mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan itu,
- mampu hidup bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat,
- mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya
- memiliki watak sosial yang produktif.
Sumber :
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id
Schultz, D.psikologi pertumbuhan : model – model kepribadian sehat. Yogyakarta: kanisius, 1991.
Saleh, Julianto.Jurnal Al Bayan Vol.7 No. 7 Januari – Juni 2003. Hirarki Kebutuhan Maslow Menurut Abraham Maslow : Aplikasi terhadap Klasifikasi Mad’u dalam Proses Dakwah.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar